Kadin Kaji Program Pengembangan Rumput Laut yang Berdaya Saing

Tertawalah selagi Gratis
video-shooting-dan-fotografi
Video Shooting & Fotografi
Mengabadikan Momen, Menceritakan Cerita — Solusi Profesional untuk Video Shooting & Fotografi Anda.
0813-1615-8974
Info Lengkap
Jakarta (satunusantara) Tujuan dasar pengembangan rumput laut di Indonesia adalah sebagai alat untuk mengentaskan kemiskinan dan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya.  Dalam kerangka tersebut subjeknya jelas yaitu rakyat kita yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang masih tertinggal dengan segala keterbatasan yang ada. 

Setelah puluhan tahun berlalu pengembangan komoditi rumput laut telah menjadi Jaring Pengaman Sosial yang efektif dan mampu memberikan sumber penghasilan bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil  tersebut. 

Tidak hanya capaian tersebut, tetapi pengembangan rumput laut ini akhirnya membuka mata kita bahwa ternyata dalam mengembangkan rumput laut Indonesia memiliki Keunggulan Komparatif yang sangat luar biasa dan hal tersebut dapat digerakkan menjadi modal untuk mensejahterakan rakyat diseluruh penjuru negeri sekaligus menjadi penguat NKRI di wilayah perbatasan yang umumnya merupakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Mengacu kepada draft penghitungan produksi dan pengembangan industry pengolahan rumput laut yang disusun beberapa waktu, sebagai penyegaran kami urutkan dan diulas secara singkat sebagai berikut. Tahun 2015, Produksi RDS (Raw Dry Seaweed) setelah berbagai konversi dan koreksi untuk jenis Euchema sp. sebanyak 899,145 Ton, diserap industry untuk pasar domestic 28,073 Ton, untuk pasar eksport 29,324 Ton (saldo 841,748 Ton), untuk jenis Garcilaria spp. Sebanyak 134,355 Ton, diserap industry untuk pasar domestic 29,679 Ton, untuk pasar eksport 12,054  Ton (saldo 92,622 Ton).



Sehingga saldo total stok rumput laut setelah diserap industry adalah sebanyak 934,371 Ton, dan yang mampu di eksport dalam bentuk RDS sebanyak 239,392 Ton sehingga yang belum terserap pasar sebanyak 694,979 Ton. Masih dibutuhkan upaya yang luar biasa untuk membuat stok petani bisa terjual seluruhnya dengan harga yang layak.

Tahun 2016, Proyeksi RDS untuk jenis Euchema sp. Sebanyak 942,151 Ton, diserap Industry untuk pasar domestic 34,697 Ton dan untuk pasar eksport 30,498 Ton (saldo 876,956 Ton), untuk jenis Gracilaria spp. Sebanyak 140,781 Ton, diserap Industry untuk pasar domestic 30,616 Ton dan pasar eksport 18,080 Ton (saldo 92,085 Ton), Sehingga saldo total stok RDS yang masih membutuhkan pasar adalah sebanyak 969,041 Ton sedangkan perkiraan kemampuan kita menjual RDS dipasar eksport hanya berkisar 282,479 Ton.  Artinya masih dibutuhkan upaya yang luar biasa untuk mencarikan pasar bagi 686,562 Ton RDS yang tersisa, belum lagi jika kelebihan stok tahun sebelumnya ditambahkan maka beban RDS yang harus dicarikan jalan keluar pemasarannya sepanjang tahun 2016 menjadi 1,381,542 Ton.

Dengan ulasan di atas maka sulit mengharapkan perbaikan harga di tingkat PETANI di tahun ini (ada kelebihan pasokan RDS ke pasar eksisting sebesar 1,381,542 Ton) JIKA tidak ada upaya yang luar biasa dari pemangku kepentingan lainnya.    Dan kami yakin akan banyak Petani yang terpaksa menghentikan usaha budidaya rumput lautnya karena tekanan pasar terhadap harga jual produksi mereka sehingga target produksi tahun 2016 juga akan sulit di capai (Jika pendataan di audit dengan benar dan daerah penghasil rumput laut melampirkan laporan mutasi produksinya secara factual).

Sebelum melanjutkan ke tahun 2017, 2018 dan 2019 telaah atas DRAFT proyeksi produksi dan pengembangan industry pengolahan rumput laut yang telah di susun oleh beberapa pihak tersebut baiknya kita mengulas lebih jauh tentang kondisi tahun 2015 yang lalu dan proyeksi yang ada pada tahun 2016.

Terlepas dari krisis global yang ikut memperparah pemasaran/penyerapan  RDS dan produk olahannya, nyatanya Indonesia masih mampu meningkatkan Volume eksport RDS maupun produk olahannya.  Artinya di tengah terpaan krisis global bisnis rumput laut masih bisa menunjukkan kinerja yang positif dari aspek perdagangannya.  Namun disisi lainnya sepanjang tahun 2015 merupakan tahun terburuk bagi para PETANI sejak tahun 2008 yang lalu, ini di karenakan rendahnya harga pembelian di tingkat petani akibat tidak seimbangnya antara ketersediaan RDS dengan kemampuan pasar dalam menyerapnya.

Bertolak dari ulasan singkat di atas maka ARLI memberi masukan agar kita dapat melakukan hal-hal sebagai berikut. Meningkatkan keunggulan - keunggulan komparatif kita di sector hulu dengan mengupayakan peningkatan produktifitas di tingkat petani atau meningkatkan skala usaha per KK petani agar mampu mengimbangi tekanan harga jual yang murah sehingga tingkat kesejahteraan mereka dapat terjaga.

Kami optimis jika pasar tersedia produksi RDS dari petani dapat digenjot sesuai kebutuhan ini mengingat masih luasnya potensi lahan yang kita miliki dan masih banyaknya tenaga kerja yang tersedia.  Jika kita mampu menghasilkan rumput laut dengan harga lebih murah (dengan standar kualitas yang setara) dibandingkan negara lain (tanpa menurunkan kesejahteraan petani kita) maka penguasaan pasar rumput laut global akan ada di tangan kita.   (ARLI punya kajian/analisis skala usaha budidaya yang layak bagi para petani).

Memperbaiki/merapikan pendataan produksi budidaya di setiap kabupaten/kota penghasil rumput laut dengan mewajibkan daerah tersebut menyertakan data factual distribusi produksi mereka melalui kegiatan sertifikasi / pengawasan alur keluar RDS dengan memanfaatkan aturan-aturan (local/nasional) yang berlaku (ARLI siap membantu dalam pelaksanaanya).  Hal ini juga menjadikan pengembangan program kementerian menjadi lebih tepat sasaran (lebih akurat/akuntable) sesuai kondisi eksisting masing-masing daerah, sebab kesan yang ada saat ini alokasi anggaran pengembangan rumput laut baik budidaya maupun kegiatan lainnya belum mencerminkan kesesuaian dengan kondisi eksisting masing-masing daerah.

Meningkatkan efisiensi dan inovasi semua pihak menuju Industri rumput laut yang berdaya saing, sehingga kita tidak hanya memiliki keunggulan komparatif tetapi juga memiliki keunggulan kompetitif sehingga cita-cita kita untuk menjadi yang terdepan dalam segala hal mengenai rumput laut dapat terwujud.

Kementerian Perindustrian sebaiknya juga melakukan audit operasional (ARLI Siap bekerja sama dalam pelaksanannya) kepada semua industry yang sudah ada sehingga dapat diperoleh kondisi eksisting industry kita saat ini untuk juga menyelaraskan perencanaan pengembangan industry rumput laut yang berdaya saing.  Dengan mengetahui secara akurat kondisi eksisting industry rumput laut kita maka dapat dikaji secara tepat dan lebih detail apa yang menjadi kelemahan dan hambatan dalam pelaksanaan operasionalnya saat ini maupun pengembangannya di masa depan.  Hal ini sangat diperlukan terkait data (2015) yang ada saat ini dimana serapan RDS industry dalam negeri kita hanya berkisar 57,396 Ton atau 66,2% dari kapasitas terpasangnya (86,720 Ton) atau 86% dari kapasitas terpakainya (66,772 Ton).  Ini menunjukkan masih lemahnya daya saing industry kita saat ini sehingga menyebabkan pemasaran produknya masih terseok-seok yang disebabkan oleh berbagai factor internal dan eksternal (olehnya itu dibutuhkan audit operasional).

Penambahan kapasitas terpakai dan terpasang terhadap industry pengolahan rumput laut kita amat sangat diperlukan jika kita merujuk pada data (2015-2019), tetapi sebaiknya kita juga harus mengoptimalkan peningkatan daya saingnya lebih dulu agar apa yang telah ada dapat beroperasi secara optimal. Sesuai data tahun lalu saja (2015) kita bisa menambah daya serap industry terhadap RDS petani sebesar 29,324 Ton andai kita mampu berproduksi sesuai kapasitas terpasang yang ada.  Singkatnya masih ada masalah antara kesesuaian jumlah produk olahan dengan serapan pasar produk olahan baik karena mutu maupun harganya yang belum sesuai kondisi optimum di pasar yang tersedia.  Jadi Pekerjaan Rumah kita sebenarnya masih sangat banyak terhadap industry kita saat ini.


Kementerian/Lembaga dalam menyalurkan bantuan bagi pengembangan rumput laut sebaiknya lebih selektif dan menyesuaikan dengan kondisi eksisting yang ada, di sector HULU bantuan jangan didasarkan pada data statistic yang diberikan oleh kabupaten/kota saja (yang terindikasi meragukan/tidak lagi update sesuai kenyataan yang sebenarnya), tetapi dipadukan dengan data perdagangan yang tercatat baik antar daerah maupun eksport juga bisa beberapa pelaku utama dimintai pendapat kedua terhadap besaran produksi dari masing-masing daerah utamanya daerah yang melaporkan tingkat produksi yang sangat besar padahal dimata para pelaku data tersebut tidak signifikan.  Selain itu pertimbangan Factor Jaring Pengaman Social untuk daerah-daerah tertinggal dan daerah perbatasan diprioritaskan jika perlu dilipatgandakan jumlahnya maupun subsidinya bagi petani di daerah tersebut.  Di sector HILIR sebaiknya anggaran jangan difokuskan kepada bantuan pendirian industry baru saja tetapi bantuan dan dukungan juga diberikan kepada industry yang sudah ada (jika ada aturan yang menghambat sebaiknya ini dituntaskan secepatnya) ini berkaitan dengan peningkatan daya saing industry kita dan tindak lanjut dari kegiatan audit operasional sehingga kelemahan/hambatan yang ditemukan bisa di atasi bersama-sama antara pelaku industry dengan pemerintah sebagai Pembina.


Berkaca dari ulasan data yang dibuat oleh para pemangku kepentingan di rumput laut maka jelaslah bahwa WACANA Pengenaan Bea Keluar/Larangan Ekspor bagi RDS kita merupakan Luapan Emosional yang Kasuistik atau Upaya Pencitraan yang berlindung di balik Isu Nilai Tambah.  Faktanya kita masih punya Pekerjaan Rumah yang sangat besar dalam mengupayakan pasar bagi kelebihan RDS yang di produksi oleh para PETANI kita.  Fakta itu juga memperjelas bahwa Pemangku Kepentingan yang tergabung dalam Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) menentang rencana diberlakukannya pengenaan bea keluar maupun larangan eksport RDS pada tahun 2014-2015 BUKAN karena anti terhadap Hilirisasi TETAPI karena memahami kondisi eksisting dan apa yang dibutuhkan oleh para PETANI kita di seluruh pelosok tanah air.  Bukankah mereka adalah pemangku kepentingan utama dari pengembangan rumput laut yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya di daerah mereka.

Sekali lagi kami menghimbau agar kita lebih Fokus pada masalah yang sebenarnya, melakukan kerja-kerja cerdas untuk menyelesaikan masalah yang sebenarnya dan ke depan tidak lagi berpolemik atau dipolekmikkan kepada factor yang justru bukan jadi masalah (RDS), jikapun ada industry kita yang sebelumnya mengeluhkan kesulitan bahan baku dapat kita pastikan itu karena daya saing yang masih lemah atau miss manajemen (lihat data statistic !!!).  Untuk itulah kita bersama-sama mencari solusi yang terbaik bagi peningkatan daya saing kita di semua sector.  Mohon sekali lagi Kementerian/Lembaga tidak lagi ikut mempolekmikkan masalah pengaturan RDS ke arah pengenaan bea keluar maupun pelarangan eksportnya sebab Fakta Faktualnya sudah jelas bagi kita saat ini.  Mari kita focus pada Pekerjaan Rumah kita yang sebenarnya saja.

Setelah ulasan di atas kita lanjutkan pada tahapan tahun selanjutnya, Tahun 2017, Proyeksi RDS untuk jenis Euchema sp. Sebanyak 1,135,807 Ton, diserap Industry untuk pasar domestic 54,981 Ton dan untuk pasar eksport 31,718 Ton (saldo 1,049,108 Ton), untuk jenis Gracilaria spp. Sebanyak 169,718 Ton, diserap Industry untuk pasar domestic 44,071 Ton dan pasar eksport 27,116 Ton (saldo 98,531 Ton), Sehingga saldo total stok RDS yang masih membutuhkan pasar adalah sebanyak 1,147,639 Ton sedangkan perkiraan kemampuan kita menjual RDS dipasar eksport hanya berkisar 329,890 Ton.  Artinya masih dibutuhkan upaya yang luar biasa untuk mencarikan pasar bagi 817,749 Ton RDS yang tersisa, belum lagi jika kelebihan stok tahun sebelumnya ditambahkan maka beban RDS yang harus dicarikan jalan keluar pemasarannya sepanjang tahun 2017 menjadi 2,199,290 Ton.

Tahun 2018, Proyeksi RDS untuk jenis Euchema sp. Sebanyak 1,371,705 Ton, diserap Industry untuk pasar domestic 69,730 Ton dan untuk pasar eksport 32,985 Ton (saldo 1,268,990 Ton), untuk jenis Gracilaria spp. Sebanyak 204,967 Ton, diserap Industry untuk pasar domestic 54,062 Ton dan pasar eksport 42,304 Ton (saldo 108,601 Ton), Sehingga saldo total stok RDS yang masih membutuhkan pasar adalah sebanyak 1,377,591 Ton sedangkan perkiraan kemampuan kita menjual RDS dipasar eksport hanya berkisar 379,510 Ton.  Artinya masih dibutuhkan upaya yang luar biasa untuk mencarikan pasar bagi 998,081 Ton RDS yang tersisa, belum lagi jika kelebihan stok tahun sebelumnya ditambahkan maka beban RDS yang harus dicarikan jalan keluar pemasarannya sepanjang tahun 2018 menjadi 3,197,371 Ton.

Tahun 2019, Proyeksi RDS untuk jenis Euchema sp. Sebanyak 1,657,820 Ton, diserap Industry untuk pasar domestic 85,822 Ton dan untuk pasar eksport 34,303 Ton (saldo 1,537,695 Ton), untuk jenis Gracilaria spp. Sebanyak 247,720 Ton, diserap Industry untuk pasar domestic 58,214 Ton dan pasar eksport 66,000 Ton (saldo 123,506 Ton), Sehingga saldo total stok RDS yang masih membutuhkan pasar adalah sebanyak 1,661,201 Ton sedangkan perkiraan kemampuan kita menjual RDS dipasar eksport hanya berkisar 446,304 Ton.  Artinya masih dibutuhkan upaya yang luar biasa untuk mencarikan pasar bagi 1,214,897 Ton RDS yang tersisa, belum lagi jika kelebihan stok tahun sebelumnya ditambahkan maka beban RDS yang harus dicarikan jalan keluar pemasarannya sepanjang tahun 2019 menjadi 4,412,267 Ton.

Berdasarkan ulasan di atas, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dan perlu kita simulasikan dengan beberapa kemungkinan sehingga dalam penyusunan dan pelaksanaan rencana aksi yang akan disusun dapat mengakomodir berbagai alternative penyelesaian.  Adapun beberapa alternative yang dapat terjadi diantaranya sebagai berikut.

Untuk mencapai target penyerapan RDS petani oleh industry rumput laut dalam negeri dibutuhkan kerja keras semua pihak baik pada peningkatan daya saing industri itu sendiri maupun upaya untuk memperluas sediaan pasar dalam negeri dan eksport karena berdasarkan data tahun 2015 kita masih keteteran dalam memasarkan produk olahan meskipun dengan memakai asumsi kapasitas terpakai yang hanya 60% dari kapasitas terpasang kita.  Demikian pula target pencapaian eksport RDS kita harus digenjot berkali lipat dari proyeksi yang ada (lihat data), sebab jika tidak RDS yang dihasilkan oleh petani makin menumpuk dari tahun ke tahun.

Untuk melindungi unsur kedaulatan kita terhadap usaha rumput laut di Indonesia perlu ditegaskan aturan batas maksimum (49%) kepemilikan saham untuk pihak asing (investor luar negeri) yang berinvestasi pada usaha rumput laut.  Hal ini karena keunggulan komparatif kita sudah disadari oleh pihak asing yang selama ini banyak mengimpor dari kita dan beberapa diantara sudah mulai masuk berinvestasi pada sector industry dan perdagangan.  Kita tentu saja tidak menginginkan kondisi yang terjadi pada komoditi sawit terutama kakao terjadi pada komoditi rumput laut.  Kita sangat mendampakan agar komoditi rumput laut kedaulatannya ada pada bangsa kita.  Apalah artinya jika perdagangan maupun industry berkembang pesat di Indonesia tetapi para pelakon utamanya bukan warga negara kita (bukan merah putih yang berkibar di perusahaan tersebut).  Hal itu sama artinya dengan mendekatkan para imperialis ke depan hidung kita dan kita menjadi kuli di negeri sendiri.  Jika itu terjadi tentu saja nasib para petani kitapun akan ikut terseok-seok karena harga dikontrol oleh mereka bahkan untuk pasar dalam negeri kita, sehingga produksi mereka hanya dihargai sesuai hpp atau sedikit di atas hpp, artinya kita betul-betul menjadi kuli bagi mereka di semua tingkatan (hulu-hilir).

Jika kita sukses mengelola keunggulan komparatif kita menjadi keunggulan kompetitif maka kita bisa mengembangkan industry pengolahannya secara berdaulat dan di saat bersamaan menguasai pasar RDS bagi industry dunia.


Demikian ulasan terhadap pencapaian Data Statistik yang disusun oleh para pihak, semoga ulasan mengenai data tersebut dapat kita rasionalkan dengan Rencana aksi yang sesuai dan dapat menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya.  Sekali lagi kita jangan melupakan esensi dasar pengembangan rumput laut di Indonesia yaitu Sebagai Jaring Pengaman Sosial bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan penciptaan lapangan kerja utamanya bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang umumnya masih tertinggal.  Mari kita jadikan Rumput Laut menjadi ALAT untuk mensejahterakan rakyat kita.linda.  

Konsultan HRD

Related

News 3860046347888719299

Post a Comment

emo-but-icon

item