Kadin Kaji Program Pengembangan Rumput Laut yang Berdaya Saing

https://satunusantaranews.blogspot.com/2016/02/kadin-kaji-program-pengembangan-rumput.html
Jakarta (satunusantara) Tujuan dasar pengembangan rumput laut di
Indonesia adalah sebagai alat untuk mengentaskan kemiskinan dan membuka
lapangan kerja yang seluas-luasnya.
Dalam kerangka tersebut subjeknya jelas yaitu rakyat kita yang ada di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang masih tertinggal dengan segala
keterbatasan yang ada.
Setelah puluhan tahun
berlalu pengembangan komoditi rumput laut telah menjadi Jaring Pengaman Sosial
yang efektif dan mampu memberikan sumber penghasilan bagi masyarakat pesisir
dan pulau-pulau kecil tersebut.
Tidak hanya capaian
tersebut, tetapi pengembangan rumput laut ini akhirnya membuka mata kita bahwa
ternyata dalam mengembangkan rumput laut Indonesia memiliki Keunggulan
Komparatif yang sangat luar biasa dan hal tersebut dapat digerakkan menjadi
modal untuk mensejahterakan rakyat diseluruh penjuru negeri sekaligus menjadi
penguat NKRI di wilayah perbatasan yang umumnya merupakan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Mengacu kepada draft
penghitungan produksi dan pengembangan industry pengolahan rumput laut yang
disusun beberapa waktu, sebagai penyegaran kami urutkan dan diulas secara
singkat sebagai berikut. Tahun 2015, Produksi RDS (Raw Dry Seaweed) setelah
berbagai konversi dan koreksi untuk jenis Euchema sp. sebanyak 899,145 Ton,
diserap industry untuk pasar domestic 28,073 Ton, untuk pasar eksport 29,324
Ton (saldo 841,748 Ton), untuk jenis Garcilaria spp. Sebanyak 134,355 Ton,
diserap industry untuk pasar domestic 29,679 Ton, untuk pasar eksport 12,054 Ton (saldo 92,622 Ton).
Sehingga saldo total
stok rumput laut setelah diserap industry adalah sebanyak 934,371 Ton, dan yang
mampu di eksport dalam bentuk RDS sebanyak 239,392 Ton sehingga yang belum
terserap pasar sebanyak 694,979 Ton. Masih dibutuhkan upaya yang luar biasa
untuk membuat stok petani bisa terjual seluruhnya dengan harga yang layak.
Tahun 2016, Proyeksi RDS
untuk jenis Euchema sp. Sebanyak 942,151 Ton, diserap Industry untuk pasar
domestic 34,697 Ton dan untuk pasar eksport 30,498 Ton (saldo 876,956 Ton),
untuk jenis Gracilaria spp. Sebanyak 140,781 Ton, diserap Industry untuk pasar
domestic 30,616 Ton dan pasar eksport 18,080 Ton (saldo 92,085 Ton), Sehingga
saldo total stok RDS yang masih membutuhkan pasar adalah sebanyak 969,041 Ton
sedangkan perkiraan kemampuan kita menjual RDS dipasar eksport hanya berkisar
282,479 Ton. Artinya masih dibutuhkan
upaya yang luar biasa untuk mencarikan pasar bagi 686,562 Ton RDS yang tersisa,
belum lagi jika kelebihan stok tahun sebelumnya ditambahkan maka beban RDS yang
harus dicarikan jalan keluar pemasarannya sepanjang tahun 2016 menjadi
1,381,542 Ton.
Dengan ulasan di atas
maka sulit mengharapkan perbaikan harga di tingkat PETANI di tahun ini (ada
kelebihan pasokan RDS ke pasar eksisting sebesar 1,381,542 Ton) JIKA tidak ada
upaya yang luar biasa dari pemangku kepentingan lainnya. Dan kami yakin akan banyak Petani yang
terpaksa menghentikan usaha budidaya rumput lautnya karena tekanan pasar
terhadap harga jual produksi mereka sehingga target produksi tahun 2016 juga
akan sulit di capai (Jika pendataan di audit dengan benar dan daerah penghasil
rumput laut melampirkan laporan mutasi produksinya secara factual).
Sebelum melanjutkan ke
tahun 2017, 2018 dan 2019 telaah atas DRAFT proyeksi produksi dan pengembangan
industry pengolahan rumput laut yang telah di susun oleh beberapa pihak
tersebut baiknya kita mengulas lebih jauh tentang kondisi tahun 2015 yang lalu
dan proyeksi yang ada pada tahun 2016.
Terlepas dari krisis
global yang ikut memperparah pemasaran/penyerapan RDS dan produk olahannya, nyatanya Indonesia
masih mampu meningkatkan Volume eksport RDS maupun produk olahannya. Artinya di tengah terpaan krisis global
bisnis rumput laut masih bisa menunjukkan kinerja yang positif dari aspek
perdagangannya. Namun disisi lainnya
sepanjang tahun 2015 merupakan tahun terburuk bagi para PETANI sejak tahun 2008
yang lalu, ini di karenakan rendahnya harga pembelian di tingkat petani akibat
tidak seimbangnya antara ketersediaan RDS dengan kemampuan pasar dalam
menyerapnya.
Bertolak dari ulasan
singkat di atas maka ARLI memberi masukan agar kita dapat melakukan hal-hal
sebagai berikut. Meningkatkan keunggulan - keunggulan komparatif kita di sector
hulu dengan mengupayakan peningkatan produktifitas di tingkat petani atau
meningkatkan skala usaha per KK petani agar mampu mengimbangi tekanan harga
jual yang murah sehingga tingkat kesejahteraan mereka dapat terjaga.
Kami optimis jika pasar
tersedia produksi RDS dari petani dapat digenjot sesuai kebutuhan ini mengingat
masih luasnya potensi lahan yang kita miliki dan masih banyaknya tenaga kerja
yang tersedia. Jika kita mampu menghasilkan
rumput laut dengan harga lebih murah (dengan standar kualitas yang setara)
dibandingkan negara lain (tanpa menurunkan kesejahteraan petani kita) maka
penguasaan pasar rumput laut global akan ada di tangan kita. (ARLI punya kajian/analisis skala usaha
budidaya yang layak bagi para petani).
Memperbaiki/merapikan
pendataan produksi budidaya di setiap kabupaten/kota penghasil rumput laut
dengan mewajibkan daerah tersebut menyertakan data factual distribusi produksi
mereka melalui kegiatan sertifikasi / pengawasan alur keluar RDS dengan memanfaatkan
aturan-aturan (local/nasional) yang berlaku (ARLI siap membantu dalam
pelaksanaanya). Hal ini juga menjadikan
pengembangan program kementerian menjadi lebih tepat sasaran (lebih
akurat/akuntable) sesuai kondisi eksisting masing-masing daerah, sebab kesan
yang ada saat ini alokasi anggaran pengembangan rumput laut baik budidaya
maupun kegiatan lainnya belum mencerminkan kesesuaian dengan kondisi eksisting
masing-masing daerah.
Meningkatkan efisiensi
dan inovasi semua pihak menuju Industri rumput laut yang berdaya saing,
sehingga kita tidak hanya memiliki keunggulan komparatif tetapi juga memiliki
keunggulan kompetitif sehingga cita-cita kita untuk menjadi yang terdepan dalam
segala hal mengenai rumput laut dapat terwujud.
Kementerian
Perindustrian sebaiknya juga melakukan audit operasional (ARLI Siap bekerja
sama dalam pelaksanannya) kepada semua industry yang sudah ada sehingga dapat
diperoleh kondisi eksisting industry kita saat ini untuk juga menyelaraskan
perencanaan pengembangan industry rumput laut yang berdaya saing. Dengan mengetahui secara akurat kondisi
eksisting industry rumput laut kita maka dapat dikaji secara tepat dan lebih
detail apa yang menjadi kelemahan dan hambatan dalam pelaksanaan operasionalnya
saat ini maupun pengembangannya di masa depan.
Hal ini sangat diperlukan terkait data (2015) yang ada saat ini dimana
serapan RDS industry dalam negeri kita hanya berkisar 57,396 Ton atau 66,2%
dari kapasitas terpasangnya (86,720 Ton) atau 86% dari kapasitas terpakainya
(66,772 Ton). Ini menunjukkan masih
lemahnya daya saing industry kita saat ini sehingga menyebabkan pemasaran
produknya masih terseok-seok yang disebabkan oleh berbagai factor internal dan
eksternal (olehnya itu dibutuhkan audit operasional).
Penambahan kapasitas
terpakai dan terpasang terhadap industry pengolahan rumput laut kita amat
sangat diperlukan jika kita merujuk pada data (2015-2019), tetapi sebaiknya
kita juga harus mengoptimalkan peningkatan daya saingnya lebih dulu agar apa
yang telah ada dapat beroperasi secara optimal. Sesuai data tahun lalu saja
(2015) kita bisa menambah daya serap industry terhadap RDS petani sebesar
29,324 Ton andai kita mampu berproduksi sesuai kapasitas terpasang yang
ada. Singkatnya masih ada masalah antara
kesesuaian jumlah produk olahan dengan serapan pasar produk olahan baik karena
mutu maupun harganya yang belum sesuai kondisi optimum di pasar yang
tersedia. Jadi Pekerjaan Rumah kita
sebenarnya masih sangat banyak terhadap industry kita saat ini.
Kementerian/Lembaga
dalam menyalurkan bantuan bagi pengembangan rumput laut sebaiknya lebih
selektif dan menyesuaikan dengan kondisi eksisting yang ada, di sector HULU
bantuan jangan didasarkan pada data statistic yang diberikan oleh
kabupaten/kota saja (yang terindikasi meragukan/tidak lagi update sesuai
kenyataan yang sebenarnya), tetapi dipadukan dengan data perdagangan yang
tercatat baik antar daerah maupun eksport juga bisa beberapa pelaku utama
dimintai pendapat kedua terhadap besaran produksi dari masing-masing daerah
utamanya daerah yang melaporkan tingkat produksi yang sangat besar padahal
dimata para pelaku data tersebut tidak signifikan. Selain itu pertimbangan Factor Jaring
Pengaman Social untuk daerah-daerah tertinggal dan daerah perbatasan
diprioritaskan jika perlu dilipatgandakan jumlahnya maupun subsidinya bagi
petani di daerah tersebut. Di sector
HILIR sebaiknya anggaran jangan difokuskan kepada bantuan pendirian industry
baru saja tetapi bantuan dan dukungan juga diberikan kepada industry yang sudah
ada (jika ada aturan yang menghambat sebaiknya ini dituntaskan secepatnya) ini
berkaitan dengan peningkatan daya saing industry kita dan tindak lanjut dari
kegiatan audit operasional sehingga kelemahan/hambatan yang ditemukan bisa di
atasi bersama-sama antara pelaku industry dengan pemerintah sebagai Pembina.
Berkaca dari ulasan data
yang dibuat oleh para pemangku kepentingan di rumput laut maka jelaslah bahwa
WACANA Pengenaan Bea Keluar/Larangan Ekspor bagi RDS kita merupakan Luapan
Emosional yang Kasuistik atau Upaya Pencitraan yang berlindung di balik Isu
Nilai Tambah. Faktanya kita masih punya
Pekerjaan Rumah yang sangat besar dalam mengupayakan pasar bagi kelebihan RDS
yang di produksi oleh para PETANI kita.
Fakta itu juga memperjelas bahwa Pemangku Kepentingan yang tergabung
dalam Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) menentang rencana diberlakukannya pengenaan
bea keluar maupun larangan eksport RDS pada tahun 2014-2015 BUKAN karena anti
terhadap Hilirisasi TETAPI karena memahami kondisi eksisting dan apa yang
dibutuhkan oleh para PETANI kita di seluruh pelosok tanah air. Bukankah mereka adalah pemangku kepentingan
utama dari pengembangan rumput laut yang bertujuan untuk mengentaskan
kemiskinan dan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya di daerah mereka.
Sekali lagi kami
menghimbau agar kita lebih Fokus pada masalah yang sebenarnya, melakukan kerja-kerja
cerdas untuk menyelesaikan masalah yang sebenarnya dan ke depan tidak lagi
berpolemik atau dipolekmikkan kepada factor yang justru bukan jadi masalah
(RDS), jikapun ada industry kita yang sebelumnya mengeluhkan kesulitan bahan
baku dapat kita pastikan itu karena daya saing yang masih lemah atau miss
manajemen (lihat data statistic !!!).
Untuk itulah kita bersama-sama mencari solusi yang terbaik bagi
peningkatan daya saing kita di semua sector.
Mohon sekali lagi Kementerian/Lembaga tidak lagi ikut mempolekmikkan
masalah pengaturan RDS ke arah pengenaan bea keluar maupun pelarangan
eksportnya sebab Fakta Faktualnya sudah jelas bagi kita saat ini. Mari kita focus pada Pekerjaan Rumah kita
yang sebenarnya saja.
Setelah ulasan di atas
kita lanjutkan pada tahapan tahun selanjutnya, Tahun 2017, Proyeksi RDS untuk
jenis Euchema sp. Sebanyak 1,135,807 Ton, diserap Industry untuk pasar domestic
54,981 Ton dan untuk pasar eksport 31,718 Ton (saldo 1,049,108 Ton), untuk
jenis Gracilaria spp. Sebanyak 169,718 Ton, diserap Industry untuk pasar
domestic 44,071 Ton dan pasar eksport 27,116 Ton (saldo 98,531 Ton), Sehingga
saldo total stok RDS yang masih membutuhkan pasar adalah sebanyak 1,147,639 Ton
sedangkan perkiraan kemampuan kita menjual RDS dipasar eksport hanya berkisar
329,890 Ton. Artinya masih dibutuhkan
upaya yang luar biasa untuk mencarikan pasar bagi 817,749 Ton RDS yang tersisa,
belum lagi jika kelebihan stok tahun sebelumnya ditambahkan maka beban RDS yang
harus dicarikan jalan keluar pemasarannya sepanjang tahun 2017 menjadi
2,199,290 Ton.
Tahun 2018, Proyeksi RDS
untuk jenis Euchema sp. Sebanyak 1,371,705 Ton, diserap Industry untuk pasar
domestic 69,730 Ton dan untuk pasar eksport 32,985 Ton (saldo 1,268,990 Ton),
untuk jenis Gracilaria spp. Sebanyak 204,967 Ton, diserap Industry untuk pasar
domestic 54,062 Ton dan pasar eksport 42,304 Ton (saldo 108,601 Ton), Sehingga
saldo total stok RDS yang masih membutuhkan pasar adalah sebanyak 1,377,591 Ton
sedangkan perkiraan kemampuan kita menjual RDS dipasar eksport hanya berkisar
379,510 Ton. Artinya masih dibutuhkan
upaya yang luar biasa untuk mencarikan pasar bagi 998,081 Ton RDS yang tersisa,
belum lagi jika kelebihan stok tahun sebelumnya ditambahkan maka beban RDS yang
harus dicarikan jalan keluar pemasarannya sepanjang tahun 2018 menjadi
3,197,371 Ton.
Tahun 2019, Proyeksi RDS
untuk jenis Euchema sp. Sebanyak 1,657,820 Ton, diserap Industry untuk pasar
domestic 85,822 Ton dan untuk pasar eksport 34,303 Ton (saldo 1,537,695 Ton),
untuk jenis Gracilaria spp. Sebanyak 247,720 Ton, diserap Industry untuk pasar
domestic 58,214 Ton dan pasar eksport 66,000 Ton (saldo 123,506 Ton), Sehingga
saldo total stok RDS yang masih membutuhkan pasar adalah sebanyak 1,661,201 Ton
sedangkan perkiraan kemampuan kita menjual RDS dipasar eksport hanya berkisar
446,304 Ton. Artinya masih dibutuhkan
upaya yang luar biasa untuk mencarikan pasar bagi 1,214,897 Ton RDS yang
tersisa, belum lagi jika kelebihan stok tahun sebelumnya ditambahkan maka beban
RDS yang harus dicarikan jalan keluar pemasarannya sepanjang tahun 2019 menjadi
4,412,267 Ton.
Berdasarkan ulasan di
atas, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dan perlu kita simulasikan
dengan beberapa kemungkinan sehingga dalam penyusunan dan pelaksanaan rencana
aksi yang akan disusun dapat mengakomodir berbagai alternative penyelesaian. Adapun beberapa alternative yang dapat
terjadi diantaranya sebagai berikut.
Untuk mencapai target
penyerapan RDS petani oleh industry rumput laut dalam negeri dibutuhkan kerja
keras semua pihak baik pada peningkatan daya saing industri itu sendiri maupun
upaya untuk memperluas sediaan pasar dalam negeri dan eksport karena
berdasarkan data tahun 2015 kita masih keteteran dalam memasarkan produk olahan
meskipun dengan memakai asumsi kapasitas terpakai yang hanya 60% dari kapasitas
terpasang kita. Demikian pula target
pencapaian eksport RDS kita harus digenjot berkali lipat dari proyeksi yang ada
(lihat data), sebab jika tidak RDS yang dihasilkan oleh petani makin menumpuk
dari tahun ke tahun.
Untuk melindungi unsur
kedaulatan kita terhadap usaha rumput laut di Indonesia perlu ditegaskan aturan
batas maksimum (49%) kepemilikan saham untuk pihak asing (investor luar negeri)
yang berinvestasi pada usaha rumput laut.
Hal ini karena keunggulan komparatif kita sudah disadari oleh pihak
asing yang selama ini banyak mengimpor dari kita dan beberapa diantara sudah
mulai masuk berinvestasi pada sector industry dan perdagangan. Kita tentu saja tidak menginginkan kondisi
yang terjadi pada komoditi sawit terutama kakao terjadi pada komoditi rumput
laut. Kita sangat mendampakan agar
komoditi rumput laut kedaulatannya ada pada bangsa kita. Apalah artinya jika perdagangan maupun
industry berkembang pesat di Indonesia tetapi para pelakon utamanya bukan warga
negara kita (bukan merah putih yang berkibar di perusahaan tersebut). Hal itu sama artinya dengan mendekatkan para
imperialis ke depan hidung kita dan kita menjadi kuli di negeri sendiri. Jika itu terjadi tentu saja nasib para petani
kitapun akan ikut terseok-seok karena harga dikontrol oleh mereka bahkan untuk
pasar dalam negeri kita, sehingga produksi mereka hanya dihargai sesuai hpp
atau sedikit di atas hpp, artinya kita betul-betul menjadi kuli bagi mereka di
semua tingkatan (hulu-hilir).
Jika kita sukses
mengelola keunggulan komparatif kita menjadi keunggulan kompetitif maka kita
bisa mengembangkan industry pengolahannya secara berdaulat dan di saat
bersamaan menguasai pasar RDS bagi industry dunia.
Demikian ulasan terhadap
pencapaian Data Statistik yang disusun oleh para pihak, semoga ulasan mengenai
data tersebut dapat kita rasionalkan dengan Rencana aksi yang sesuai dan dapat
menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya.
Sekali lagi kita jangan melupakan esensi dasar pengembangan rumput laut
di Indonesia yaitu Sebagai Jaring Pengaman Sosial bagi peningkatan kesejahteraan
rakyat dan penciptaan lapangan kerja utamanya bagi masyarakat pesisir dan
pulau-pulau kecil yang umumnya masih tertinggal. Mari kita jadikan Rumput Laut menjadi ALAT
untuk mensejahterakan rakyat kita.linda.