Seminar Papua Tanah Damai
https://satunusantaranews.blogspot.com/2016/01/seminar-papua-tanah-damai.html
Jakarta (satunusantara) IPSK
LIPI pimpinan Dr. Tri Nuke Pudjiastuti (Deputi IPSK LIPI) menyelenggarakan Seminar
Nasional dengan tema "Tindak Lanjut Kebijakan Presiden Jokowi untuk Papua
Tanah Damai" di Auditorum Utama LIPI jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Dr. Tri Nuke Pudjiastuti dalam sambutannya mengatakan, Reset
LIPI tentang Papua pada tahun 2009 telah menghasilkan buku Papua Roadmap yang menjadi
rujukan antara lain tentang masih adanya perbedaan pemahaman soal Papua,
kekerasan politik yang menuju pelanggaran HAM, pembangunan Papua yang belum
berhasil dan diskriminasi orang asli Papua.
Lebih lanjut dikatakan, pembangunan Papua menjadi agenda
penting yang diusung presiden Jokowi, dimana sejak dilantik sudah tiga kali
Jokowi berkunjung ke Papua yang menghasilkan antara lain, kebijakan pemberian
grasi tahanan politik, pemberian akses
jurnalis asing, pembangunan pasar dan pembangunan infrastruktur. Hal ini sebagai
bentuk komitmen pemerintah dalam menangani masalah papua. Tahun 2015 masih
terjadi kekerasan seperti di Tolikara, HAM juga belum dituntaskan secara hukum
misal kasus Paniai.
Sementara itu Dr. Adriana Elisabeth, MSoc.Sc, Kepala P2Politik
LIPI menambahkan, Papua akan dibangun menjadi daerah produksi, antara lain dengan
mendirikan pabrik semen, membangun pasar dan membangun lumbuk pangan. Di Bidang
infrastuktur yaitu pembangunan pelabuhan, jalan, kereta api dan Bandara. Khusus
untuk kereta api bisa dilakukan secara bertahap, tidak bisa langsung canggih.
Kebijakan Presiden Jokowi ini melambangkan komitmen simbol
politik untuk selesaikan persoalan di papua. Buktinya kunjungan jokowi sdh tiga
kali bahkan tahun ini juga akan kembali berkunjung ke Papua. Presiden menyatakan
siap berdialog dengan orang Papua termasuk dengan OPM. Jokowi telah memberi
harapan untuk selesaikan masalah di Papua. Dialog seperti apa yang diharapkan dapat
menyelesaikan masalah Papua?, ini yg hrs dirumuskan.
“Sampai saat ini memang belum ada grand strategi untuk menyelesaikan
masalah Papua. Grand strategi harus simultan, komprehensif dan sinergis. Tanpa
grand strategi maka kebijakan Polkam dan ekonomi di Papua akan berjalan sendiri-sendiri”
pungkasnya.
Sedangkan Tantowi yahya anggota Komisi I DPR RI mengatakan,
ada perbedaan cara pandang antara pemangku kepentingan menyangkut masalah
Papua. Kebersamaan berfikir, berpendapat dan melangkah menjadi penting untuk menyelsaikan
Papua secara bermartabat dan tidak menimbulkan problem baru. Ketidak fokusan pemerintah
telah dijadikan momentum oleh aktivis atau sparatis Papua. Selain itu
internasionalisasi isu Papua juga belum bisa kita bendung dengan baik.
“Puluhan tahun dengan isu yang sama berputar-putar tidak bisa
selesaikan Papua. pemerintah menganggap bahwa Papua masalah kemiskinan,
ketertinggalan dan ketidakadilan. Sedangkan DPR melihat ada pengalihan isu tentang
Papua” kilahnya.
Terjadi perubahan keinginan di Papua, dulu ingin selesaikan
masalah kemiskinan, ketidakadilan, tapi kini mereka mengubah perjuangan untuk
kemerdekaan dengan mengangkat isu HAM dan ini sudah ada hasilnya.
Isu internasionalisasi Papua sangat mengkhawatirkan. Hasilnya
sudah ada yaitu adanya simpati dan dukungan yang berkepentingan dengan Papua
merdeka. Isu yang selalu menjelekan Indonesia harus dibendung. Banyak website yang
memaki-maki kita, tapi pemerintah diam saja. Melalui cyber seharusnya ini bisa
dibendung dengan melibatkan pihak lain. Sutioso/ray.





