Nasionalisme Dana Aspirasi
https://satunusantaranews.blogspot.com/2015/08/nasionalisme-dana-aspirasi.html
Jakarta (SatuNusantara)- Presiden plus Tiga Fraksi menolak Dana Aspirasi. Keputusan Presiden Joko Widodo menolak dana aspirasi dinilai akan menuai respons negatif dari mayoritas fraksi di DPR. Oleh karenanya, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengingatkan bahwa penolakan itu harus diimbangi dengan strategi khusus agar stabilitas politik tidak terganggu dan menghambat jalannya program pemerintah.
Sehingga Syamsuddin menduga (walau tidak seratus persen benar) adanya wacana yang dilontarkan Wakil Sekjen DPP PDI-P Ahmad Basarah agar Jokowi mengakomodasi partai di luar Koalisi Indonesia Hebat untuk masuk dalam kabinet melalui reshuffle adalah salah satu cara untuk meredam gejolak setelah dana aspirasi ditolak.

Presiden RI pertama, Soekarno, penampilannya tidak merakyat. Pakaiannya necis, pakai jas dan dasi, kacamata, serta menyukai dansa dan tari lenso. Bung Karno juga punya mobil bagus, istana yang mentereng, koleksi lukisan, patung-patung, dan karya seni kelas dunia. Tapi siapa yang berani bilang pikiran, kebijakan dan tindakan Bung Karno tidak pro rakyat.
Namun, tegas Yusril, saat ini ia menilai yang ada hanyalah pemimpin yang penampilannya merakyat tapi kebijakannya justru menguntungkan kaum kapitalis bahkan cenderung merugikan rakyat. Yusril pun mengkritisi peran pemerintah yang cenderung meminta agar masyarakat mencari solusi sendiri atas kenaikan sejumlah barang seperti cabai, beras, hingga bbm.
Sementara Ketua DPD RI Irman Gusman meminta DPR RI untuk mengkaji kembali kebijakan dana aspirasi pada pemerataannya untuk di setiap daerah (berdasarkan Kabupaten) atau dibagi rata per provinsi. Selain harus juga mempertimbangkan perkembangan di daerah. Jika tidak hanya akan melebarkan kesenjangan pembangunan di Indonesia.
Irman pun dana aspirasi dapat dimaklumi sebagai pelaksanaan amanat undang-undang bagi anggota DPR. Namun, masih diperlukan perbaikan dalam mekanisme pengelolaannya Karena dengan dibagi secara merata hal itu akan meningkatkan upaya pengawasan baik oleh DPR maupun DPD sehingga terjadi fungsi check and balances.
Anggota Komisi III DPR RI, 'Romi' Romahurmuziy, turut menjelaskan bahwa diperlukan memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat luas karena yang terjadi adalah dana usulan tambahan dana tersebut sebagai dana tambahan kepada daerah melalui APBD kabupaten/kota yang diwakili. Jadi sebenarnya tidak ada keterlibatan Dewan, kecuali semata-mata karena konteks pengusulan. Romi juga menyayangkan kegaduhan yang terjadi telah menimbulkan bahasa yang tidak patut, seperti pembegalan dan perampokan, sehingga membuat situasi kurang nyaman. Oleh karenanya usulan tambahan dana aspirasi yang ditolak hendaknya ditinjau kembali.
Bahkan plt Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki menilai, rencana alokasi dana aspirasi daerah pemilihan masih sangat kecil bagi anggota DPR untuk mewujudkan pembangunan di daerahnya. Lantaran dana itu harus dibagi-bagikan di dapil anggota Dewan tersebut yang terdiri dari sejumlah kabupaten dan kota. Sebut saja seperti perbaikan mushala, sanitasi, atap sekolah yang ada di dapil. Tentulah ini anggarannya sangat kecil, tukas Ruki.
Aspirasi Rakyat Pemerataan Pembangunan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jazuli Juwaini menilai ada kepentingan politis dalam penolakanPresiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap pengajuan usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP), untuk pembiayaan pembenahan infrastruktur Daerah Pemilihan (Dapil).
"Kalau apa-apa sudah ditolak, ini sudah politis. Seharusnya dilihat dulu apakah sesuai RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah-red). Dilihat aja dulu alurnya," ujar Jazuli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Padahal DPR m e n g a j u k a n program tersebut sudah merujuk kepada Undang- Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) lewat pasal 78 UU nomor 17 tahun 2014, terkait sumpah jabatan anggota dewan, dan pasal 80 huruf J UU 17 tahun 2014 tentang m e l a k s a n a k a n fungsi anggaran.

Sementara Ketua Umum Partai Golkar, Abu Rizal Bakrie mengatakan bahwa terlalu berlebihan jika ada kekhawatiran penyelewengan atas Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP atau dana aspirasi. Sebab, nantinya dana itu akan digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan, mulai yang sangat besar hingga masalah yang mendasar di daerah pemilihan (dapil).
Jika dana tersebut tidak dijalankan, maka banyak daerah yang tidak merasakan anggaran yang tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dana aspirasi itu bagian dari APBN. Kalau enggak jalan, banyak yang enggak tersentuh APBN-APBD. Ini caranya supaya bekerja, terangnya.
Sedangkan Ketua DPR RI, Setya Novanto mengingatkan bahwa dana aspirasi daerah pemilihan yang diberikan kepada para legislator bertujuan untuk menjalankan program pembangunan di daerahnya masing-masing. Legislator memiliki kewajiban dalam menjalankan program-programnya. Para legislator hanya mengusulkan program-program tersebut yang berkaitan dengan kepentingan pembangunan di daerah.
"Jadi dana itu tidak diserahkan kepada para legislator namun diserahkan kepada pemerintah daerah. Dengan demikian ke depan aspirasi rakyat di daerah bisa semakin konkret untuk direalisasikan diiringi pemerataan pembangunan," ujar Setya Novanto di DPR-RI, Jakarta.
Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Syahrul Yasin Limpo, pun setuju atas Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP). Karena semua dana, asal benar-benar untuk kepentingan daerah kan sah-sah saja. Ini kan bagus untuk rakyat sepanjang tidak dikorupsi saja.
Dan bagi Ketua Badan Akuntrabilitas Publik DPD RI, Abdul Gafar Usman, bahwa dana aspirasi itu wajib dikeluarkan karena sudah menjadi perintah Undang-Undang. Aspirasi sudah menjadi tanggungjawab bagi anggota dewan untuk diperjuangkan baik DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI maupun DPD RI yang telah diatur secara regulasi melalui Undang-Undang, Tata Tertib dan Sumpah Jabatan.
“Oleh karenanya Dana Aspirasi itu memang sudah seharusnya ada. Persoalan pro dan kontra adalah hal yang wajar. Terkait dengan kekhawatiran penggunaan terhadap dana aspirasi tersebut. Memang kita tidak boleh terlalu apriori. Namun boleh apriori tetapi sebatas untuk mengantisipasi dalam pelaksanaannya. ”ujar Gafar mengakhiri. (mdtj /ist



