Menyelamatkan Peradaban Anak Bangsa

https://satunusantaranews.blogspot.com/2015/08/menyelamatkan-peradaban-anak-bangsa.html
Jakarta (Satu Nusantara)- Di era globalisasi saat ini ada kekhawatiran bahwa budaya lokal akan punah, sehingga banyak pula yang berupaya mempertahankan dan melestarikan kearifan budaya lokal. Globalisasi mempunyai pengaruh positif sekaligus pula dampak negatifnya. Dampak globalisasi antara lain dapat melenyapkan nilai-nilai lokal suatu daerah.
Secara perlahan proses globalisasi ini juga mampu mengikis nilai-nilai kemanusiaan, ikatan hubungan keluarga dan relasi sosial melalui perubahan perspektif, cara pandang, gaya hidup dan prilaku perorangan ataupun kelompok masyarakat. Hal inilah yang sebenarnya dikhawatirkan akan menyurutkan nilai-nilai spiritual, intelektual, estetik dan kreativitas seseorang.
Ada masa ketika kebudayaan dipandang sebagai pencapaian tertinggi atas peradaban dalam menata rasa, olah fikir dan bertindak, agar seiring sejalan dengan nilai-nilai luhur yang merefleksikan kemanusiaan atas manusia, yaitu nilai-nilai keindahan, keluhuran, dan kebaikan. Manusia bukan satu-satunya mahluk yang mengolah alam, tetapi dialah satu-satunya sebagai mahluk yang beradab, sempurna sekaligus mengolah budi pekerti.

Kata kebudayaan dan peradaban, sering sekali saling tertukar. Peradaban menandai proses dan hasil dari belajar. Setiap masyarakat mengembangkan cara hidupnya berdasarkan bingkai pengetahuan dan perangkat nilainya sendiri-sendiri. Hidup dalam kebudayaan berarti kita berlaku dan bertindak menurut bingkai pengetahuan dan perangkat nilai dalam kebudayaan itu.
Menyelamatkan peradaban anak bangsa merupakan tugas dan tanggungjawab kita bersama melalui proses yang berkelanjutan. Kini saatnya kita melatih anak-anak kita untuk tidak hanya melakukan apa yang mereka sukai. Tapi kita latih mereka dengan menari, menyanyi, melukis, dan bermain sambil belajar, dan sebagainya. Kondisi demikian membuat anak mengembangkan pengalaman kreatifnya serta mengenali potensi akan kemampuan dirinya.
Anak-anak diajak berani untuk menunjukkan pandangan atau sifatnya sendiri, tetapi sekaligus terbuka untuk ditantang, untuk dapat mempertanggungjawabkan pandangan atau sikapnya yang perlu berkembang dan berubah. Memiliki keberanian, inisiatif, dan mutlak didukung untuk mengembangkan kreativitas melalui kekayaan budaya lokal.
Penghargaan terhadap unsur-unsur budaya tradisional dirangsang bukan dengan cara menggurui, melainkan dengan mengantar anak, murid atau lawan bicara agar makin mampu agar dirinya dapat mengalami keindahan akan mutu dan nilai-niai yang terkandung di dalam budaya lokal .(icn/af