Prof. Dr. Bahrullah Akbar, M.B.A., CIPM Dikukuhkan Sebagai Guru Besar IPDN

https://satunusantaranews.blogspot.com/2015/12/prof-dr-bahrullah-akbar-mba-cipm.html
Jakarta
(satunusantara) Anggota VI BPK RI Dr. Drs. Bahrullah Akbar, M.B.A.,
C.I.P.M dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Pemerintahan
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dalam Rapat Terbuka Dewan Senat
dan Dewan Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang dipimpin
Gubernur IPDN Prof. Dr. Ermaya Suradinata, M.Si, bertempat di Gedung Balairung
Rudini, Kampus IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Anggota VI BPK RI yang
juga mantan Sekjen BAMUS Betawi tahun 2004-2007 dan Komandan Resimen Mahasiswa
Jayakarta tahun 2007-2009 ini menyampaikan orasi ilmiahnya dengan judul “Fungsi Pengawasan Keuangan Negara Sebagai
Katalisator Tercapainya Tujuan Memajukan Kesejahteraan Umum”.
Dihadapan sekitar 1000
undangan yang hadir dalam acara pengukuhan tersebut, Bahrullah Akbar menyampaikan
bahwa fungsi pengawasan tidak berdiri sendiri atau melekat dengan fungsi perencanaan.
Karena itu, saat ini pemerintah perlu merevitalisasi perencanaan pembangunan
yang simultan dan berkelanjutan dan disusun secara komprehensif dan
integratif. “Pada saat bersamaan, diperlukan pengawasan tata kelola
keuangan negara yang efektif agar proses manajemenpemerintahan berjalan dengan
baik. Fungsi perencanaan dan pengawasan saling berkaitan erat seperti
layaknya dua sisi mata uang, satu sisi dan sisi lain sama nilainya dan
bernilai,” katanya.
Bahrullah Akbar, yang
telah menerbitkan lebih dari 40 karya ilmiah dan buku ini, juga mengungkapkan
bahwa Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno pernah memperkenalkan apa yang
disebut Pembangunan Semesta Berencana (PSB) yang dianggap sebagai cikal bakal
perencanaan strategis di Indonesia. Demikian juga pada masa pemerintahan
Presiden Soeharto perencanaan strategis dituangkan dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN). Pada era reformasi pemerintah menerbitkan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 (UU 25/2004) tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) yang di dalamnya termuat Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP).
“Para Ulama Nahdlatul
Ulama (NU) mengajarkan untuk mengambil pelajaran masa lalu yang baik dan
mencari hal yang lebih baik untuk masa kini dan masa depan. Menurut saya, saat
ini menjadi momentum yang baik untuk menyusun perencanaan pembangunan semesta
berencana yang integratif sebagai jawaban untuk mengatasi permasalahan
kemiskinan, pengangguran, rendahnya IPM dan ketidakberdayaan dalam memposisikan
daya saing ekonomi, secara bilateral, regional, maupun global,” tuturnya.
Bahrullah juga
merinci permasalahan-permasalahan yang membelenggu bangsa kita dewasa ini,
antara lain: Pertama, bahwa
jargon Perencanaan Pembangunan hanya bersifat seremonial, business asusual
tanpa arah yang komprehensif, di mana lebih mengedepankan pekerjaan administrasi
dan seremonial di bandingkan bagaimana membahas kwalitas perencanaan yang
terkorelasi dengan tujuan berbangsa bernegara. “Saya analogikan
perencanaan pembangunan selama ini yang kita susun hanyalah perencanaan tentang
bagaimana kita duduk dan ngopi di pintu jembatan, dan belum ada arah yang jelas
bagaimana kita mulai melangkahkan kaki untuk berjalan (sambil bertanya Who,
Where, When, Why, What and How to accross the Bridge) atau menyeberangi
jembatan kemudian apa yang harus kita lakukan di seberang sana,” jelas
Bahrullah.
Kedua, menurutnya, kita tidak
mempunyai “dashboard” keuangan negara berupa perhitungan
sumber potensi keuangan negara atau penggalian revenue centre bagi
negara antara lain berupa potensi pajak dan cukai yang belum tergali,
timpangnya kemampuan pendapatan asli daerah (retribusi) dengan dana
transfer, optimalisasi sumber daya alam, seperti tidak melihat leverage
asset untuk penggunaan pendapatan secara maksimal, antara lain
perhitungan cadangan minyak dan gas bumi Indonesia mencapai nilai USD 245
milyar. Ketiga, tidak
adanya koordinasi dan arah yang jelas dalam penyusunan perencanaan strategis
pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mencapai tujuan bernegara.
Keempat, bahwa kekayaan
negara yang dipisahkan yang berada di BUMN, BUMD dan BLU masih belum terjangkau
dalam penyusunan perencanaan pembangunan komprehensif dan integrative. Kelima, perencanaan strategis
yang disusun selama ini tidak mempola pembangunan manusia Indonesia secara utuh
(nation character building). “Ini menandakan bahwa SDM tidak
mendapat perhatian secara khusus, dan sasaran pembangunan hanya terfokus kepada
pencapaian indikator pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain kita belum membangun
Jiwa dan Raga secara utuh,” tambahnya.
“Dengan dikukuhkannya
sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Pemerintahan IPDN, saya bersyukur
sekaligus ini menjadi tantangan bagi saya untuk terus berkarya menemukan
terobosan-terobosan untuk membangun negara terutama di bidang ilmu
pemerintahan, “ kata peraih doctor ilmu pemerintahan dari
Universitas Padjadjaran Bandung tahun 2013 itu.
Dalam orasi ilmiah turut
hadir Civitas Academica para Guru Besar IPDN serta para undangan, antara lain
para Sekjen dan Dirjen di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, sejumlah Anggota
DPR dan DPD RI, para Kepala Daerah, para akademisi, pengusaha, tokoh agama dan
tokoh masyarakat.puspen/linda.