Kampung Pulo di Antara Rusunawa

https://satunusantaranews.blogspot.com/2015/08/kampung-pulo-diantara-rusunawa.html
Jakarta (SatuNusantara)-Belum usai menyelenggarakan perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70, tiba-tiba dikagetkan dengan bentrok antara warga Kampung Pulo dengan aparat penggusuran. Lebih kurang 500 Kepala Keluarga mempertahankan tempat tinggalnya yang akan digusur oleh PemProv DKI.
Alasannya, mengutip pernyataan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bahwa kampung mereka kebanjiran terus setiap tahun karena itu disiapkan rusunawa untuk mereka. Ada dua hal yang diutarakan; Pertama, bila berbicara penyebab banjir tidak lah sederhana. Janganlah menyalahkan rakyat yang sudah dari zaman nenek moyangnya tinggal di Kampung Pulo, lalu sekarang dituduh sebagai penyebab banjir karena tinggal di bantaran kali.
Padahal kawasan Kampung Pulo dahulu seperti kawasan Betawi lainnya, teduh, rindang dan nyaman, dengan aliran sungai Ciliwung yang tanpa sampah. Lalu, kini setelah mereka berpuluh-puluh tahun tinggal di sana tergusur tanpa ada kepastian. Dan Rusunawa bukanlah jawaban untuk hidup mereka kedepan.

Bicara soal penyebab banjir, mengapa anda tidak segera mengevaluasi izin-izin bangunan apartemen, mall, dan pusat belanja yang masih terus dibangun di pinggir kali dan daerah resapan di Jakarta. Oleh karenanya ubah keberpihakan Pemerintah dan Birokrasi, dengan jangan mengistimewakan orang berduit tapi benar-benar berpihak ke rakyat kelas bawah.
Bicara penyebab banjir di Jakarta, tentu banyak faktornya, salah satunya adalah pembangunan di Kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK). Walaupun masih bisa diperdebatkan disana ada sebuah sejarah kelam penghancuran hutan lindung bakau.
Sejarah PIK dari hutan lindung bakau menjadi pemukiman, kondominium ini penuh dengan kontroversi. Pada tahun 1982, Dirjen Kehutanan mengeluarkan SK kepada PT MK, yang memutuskan perubahan fungsi kawasan Hutan Angke Kapuk menjadi tempat pemukiman, kondominium, pusat bisnis, rekreasi dan lapangan golf.
Pemakaian sebagian kawasan Hutan Angke Kapuk Tanah oleh PT MK diganti dengan dua bidang di Pulau Penjaliran Barat dan Timur Kepulauan Seribu Jakarta Utara (39 ha), tiga bidang di Desa Rumpin, Desa Kampung Sawah dan Cipinang Kecamatan Rumpin Bogor (75 hektar), Kecamatan Nagrak Sukabumi (350 ha) dan 10 bidang di Kecamatan Sukanagara dan Campaka Cianjur (1.190 ha).
Apakah tanah pengganti tersebut diatas mengkompensasi berkurangnya resapan di Pantai Indah Kapuk dan sekitar? Banjir besar di Pluit adalah indikasi pengurangan daya resap.
Kedua, soal rusunawa. Penduduk Kampung Pulo hidup bertahun-tahun dengan adat dan kebiasannya di rumah-rumah biasa tiba-tiba harus pindah di rusun dengan pola hidup dan hubungan sosial yang berbeda. Apalagi rusun tersebut adalah rusun sewa bukan menjadi milik mereka. Tentu, mereka harus memikirkan biaya hidup tambahan.
Sudah jadi cerita umum, dulu, rusun dibangun ditujukan untuk rakyat kecil, kini sdh berpindah tangan menjadi milik orang-orang beduit. Lihat saja rusun di Pejompongan Indah, Jakarta Pusat. Korban gusuran biasanya hanya menempati 1-2 bulan, setelah itu pindah tangan ke Bandar-bandar untuk disewakan ke orang-orang berduit. (nov/mdtj foto:ist)